Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah menetapkan tujuh individu sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina serta subholding-nya. Kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun.
Identitas dan Peran Tersangka:
- Riva Siahaan (RS): Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga. RS diduga terlibat dalam pengaturan pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang yang tidak sesuai dengan ketentuan, termasuk pembayaran untuk BBM dengan spesifikasi yang lebih rendah dari yang seharusnya.
- Yoki Firnandi (YF): Direktur Utama PT Pertamina International Shipping. YF diduga berperan dalam memfasilitasi pengiriman minyak mentah dan produk kilang yang tidak sesuai spesifikasi, serta terlibat dalam pengaturan tender yang merugikan negara.
- Sani Dinar Saifuddin (SDS): Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina Internasional. SDS diduga mengatur proses pengadaan impor produk kilang dengan spesifikasi yang lebih rendah, namun dilaporkan seolah-olah sesuai standar yang ditetapkan.
- Gading Ramadhan Joedo (GRJ): Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak. GRJ diduga berperan sebagai perantara atau broker dalam pengaturan impor minyak, bekerja sama dengan pejabat Pertamina untuk memanipulasi harga dan spesifikasi produk.
- Dwi Wicaksono (DW): Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim. DW diduga terlibat dalam persekongkolan untuk mengatur harga tender dan memastikan perusahaan tertentu memenangkan kontrak pengadaan.
- Arief Prasetyo (AP): Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. AP diduga terlibat dalam pengaturan harga dan spesifikasi impor minyak mentah, serta memastikan proses pengadaan berjalan sesuai dengan skema koruptif yang telah disusun.
- Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR): Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa. MKAR, yang merupakan putra dari pengusaha Muhammad Riza Chalid, diduga menjadi penghubung antara broker dan pejabat Pertamina, memfasilitasi persekongkolan dalam pengadaan minyak mentah dan produk kilang.
Modus Operandi:
Para tersangka diduga melakukan persekongkolan dengan mengatur proses pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang sehingga tampak seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan. Salah satu praktik yang terungkap adalah impor BBM dengan Research Octane Number (RON) 90 yang kemudian dicampur (blending) untuk dijual sebagai RON 92, yang tidak diperbolehkan. Tindakan ini tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga berdampak pada kualitas BBM yang diterima oleh masyarakat.
Kerugian Negara:
Akibat dari praktik korupsi ini, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp 193,7 triliun. Kerugian ini berasal dari penggelembungan harga, pengadaan produk dengan spesifikasi lebih rendah, dan manipulasi dalam proses tender yang merugikan keuangan negara secara signifikan.
Langkah Hukum:
Kejaksaan Agung telah menahan ketujuh tersangka dan akan melanjutkan proses hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kasus ini menjadi perhatian publik mengingat besarnya kerugian negara dan keterlibatan pejabat tinggi di lingkungan BUMN.
Pemerintah menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi dan memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan dengan transparan dan akuntabel demi kesejahteraan masyarakat.