Banda Aceh — Sebuah kasus yang menyorot perhatian publik di Aceh akhirnya mencapai babak akhir di meja hijau. Seorang kepala desa (keuchik) di Kabupaten Aceh Utara dijatuhi hukuman 10 bulan penjara oleh majelis hakim karena terbukti melakukan penganiayaan terhadap seorang wartawan lokal.
Persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Lhoksukon itu menetapkan bahwa terdakwa, yang merupakan Kepala Desa Seuneubok Aceh, terbukti melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang tindak pidana penganiayaan. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum yang sebelumnya meminta hukuman satu tahun penjara.
Dalam persidangan yang berlangsung terbuka untuk umum, jaksa menguraikan kronologi kejadian. Korban, seorang wartawan media lokal yang tengah melakukan peliputan terkait program desa, didatangi oleh terdakwa pada Juni tahun lalu. Menurut saksi dan rekaman CCTV yang diputar di ruang sidang, terdakwa melayangkan pukulan ke arah wajah korban saat terjadi adu argumen soal pemberitaan.
Majelis hakim menyatakan bahwa tindakan terdakwa tidak bisa dibenarkan karena bertentangan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi, di mana pers dilindungi undang-undang dalam menjalankan tugasnya. “Penganiayaan terhadap jurnalis adalah bentuk pelecehan terhadap kemerdekaan pers,” tegas hakim ketua saat membacakan amar putusan.
Meskipun demikian, majelis hakim juga mempertimbangkan beberapa hal yang meringankan, seperti sikap kooperatif terdakwa selama proses hukum, serta adanya permintaan maaf dari pihak keluarga. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa vonis tidak maksimal.
Vonis ini disambut beragam reaksi dari masyarakat dan komunitas pers. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe menyatakan vonis ini menjadi peringatan keras agar tidak ada lagi intimidasi terhadap pekerja media di lapangan. “Kami berharap semua pihak, terutama pejabat publik, memahami fungsi dan peran jurnalis sebagai penyampai informasi yang kredibel dan bertanggung jawab,” ujar Ketua AJI setempat.
Sementara itu, korban menyampaikan rasa leganya atas putusan ini, meskipun ia berharap pelaku dihukum lebih berat. “Saya hanya ingin bekerja menjalankan tugas saya sebagai wartawan. Peristiwa ini bukan hanya menyakitkan secara fisik, tapi juga mental,” ujarnya.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa perlindungan terhadap jurnalis adalah bagian dari upaya menjaga demokrasi. Dalam iklim sosial yang semakin rentan terhadap kekerasan dan disinformasi, penghormatan terhadap kebebasan pers tetap harus dijunjung tinggi.