Jakarta — Belakangan ini, publik dikejutkan dengan berbagai aksi premanisme yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Tak hanya meresahkan warga, aksi-aksi ini juga kerap melibatkan kelompok-kelompok berbaju ormas yang bertindak di luar hukum, menimbulkan ketegangan, bahkan mengganggu ketertiban umum. Menanggapi hal tersebut, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dengan tegas mendesak pemerintah untuk mengambil langkah konkret, termasuk membubarkan organisasi masyarakat (ormas) yang terbukti menjadi biang kerusuhan.
Premanisme Berkedok Ormas: Ancaman Serius bagi Ketertiban Sosial
Fenomena ormas yang bertindak bak preman jalanan bukanlah hal baru di Indonesia. Namun dalam beberapa waktu terakhir, tren ini menunjukkan eskalasi. Dari kasus penguasaan lahan secara paksa, pengamanan ilegal, hingga intimidasi terhadap pelaku usaha, masyarakat kian dibuat cemas. Lebih parah lagi, beberapa ormas terkesan kebal hukum, mengatasnamakan aspirasi rakyat atau budaya lokal, namun praktik di lapangan justru bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan hukum.
Anggota Komisi III DPR RI, yang membidangi hukum dan keamanan, menyuarakan kekhawatiran atas semakin maraknya ormas yang bergerak tanpa izin resmi, bahkan kerap bertindak semena-mena. “Kita tidak bisa membiarkan kelompok-kelompok ini mengambil hukum di tangan mereka sendiri. Negara harus hadir,” ujar salah satu anggota DPR dalam sesi rapat di Senayan.
Desakan Pembubaran: Menegakkan Kedaulatan Hukum
Dalam rapat kerja dengan Kementerian Dalam Negeri dan aparat penegak hukum, DPR mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap ormas-ormas yang terindikasi menyimpang dari tujuan awal pendiriannya. Bila terbukti melakukan pelanggaran hukum dan mengganggu stabilitas sosial, DPR menilai sudah saatnya ormas tersebut dibubarkan.
Tak hanya itu, DPR juga mendorong agar pemerintah memperketat regulasi pendirian dan aktivitas ormas. Hal ini dinilai penting untuk mencegah lahirnya kelompok-kelompok baru yang bisa menyalahgunakan status hukum mereka demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
“Bukan anti terhadap ormas. Kita sangat menghargai peran ormas dalam pembangunan bangsa. Tapi jika ada yang menyimpang, menciptakan keresahan, bahkan melanggar hukum, maka negara harus bertindak,” tegas seorang legislator senior.
Perlu Reformasi Pendekatan: Dari Represif ke Preventif
Meski pembubaran menjadi opsi terakhir, beberapa pihak menilai pentingnya pendekatan yang lebih preventif. Pemerintah dinilai perlu memberdayakan ormas melalui pendidikan hukum, pelatihan kepemimpinan, hingga penguatan nilai-nilai kebangsaan. Dengan begitu, ormas bisa berperan sebagai mitra pemerintah, bukan malah menjadi ancaman.
Namun, langkah ini harus diimbangi dengan ketegasan hukum. Ormas yang tetap membandel, melanggar hukum, atau menjadi dalang kericuhan tidak bisa lagi ditoleransi.
“Kita butuh keseimbangan. Negara harus hadir, tapi juga membina. Jika tidak bisa dibina, baru ditindak,” ujar seorang pengamat kebijakan publik.
Peran Kepolisian dan Pemerintah Daerah
Pentingnya koordinasi antara kepolisian dan pemerintah daerah juga menjadi sorotan dalam polemik ini. Banyak kasus menunjukkan bahwa aparat di lapangan terkadang ragu menindak, terutama jika pelaku berlindung di balik identitas ormas yang memiliki basis massa besar. Oleh karena itu, DPR meminta agar aparat penegak hukum diberi wewenang penuh dan perlindungan hukum saat menjalankan tugasnya.
Sementara itu, kepala daerah juga diminta tidak bermain mata dengan kelompok ormas, terlebih jika ada indikasi politik atau kepentingan pribadi di balik pembiaran aksi premanisme. Dalam negara hukum, semua pihak harus tunduk pada aturan—baik individu maupun organisasi.