Washington, D.C. – Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump, kembali menjadi sorotan setelah beredar kabar bahwa ia ingin menjajaki pertemuan baru dengan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un. Informasi ini pertama kali diungkap oleh salah satu mantan penasihat diplomatik Trump yang enggan disebutkan namanya, menyebut bahwa Trump telah memberi sinyal kuat kepada timnya untuk “mulai menyusun jalur komunikasi” ke Pyongyang.
Langkah mengejutkan ini sontak memicu spekulasi di kalangan pengamat politik luar negeri. Apakah Trump tengah merancang manuver politik menjelang pemilihan presiden 2024, atau ini merupakan bagian dari ambisinya melanjutkan warisan diplomasi pribadi yang sempat menggemparkan dunia pada periode sebelumnya?
Diplomasi Personal yang Tak Lupa
Trump dan Kim sebelumnya telah mengadakan tiga pertemuan bersejarah, termasuk di Singapura (2018), Hanoi (2019), dan di zona demiliterisasi Korea (DMZ) pada 2019. Meski negosiasi denuklirisasi tidak membuahkan kesepakatan konkret, pertemuan tersebut menandai titik balik dramatis dalam hubungan AS-Korut yang sebelumnya sarat ketegangan dan saling ancam.
Menurut sumber internal, Trump merasa bahwa “hubungan personalnya” dengan Kim masih memiliki nilai strategis. Ia bahkan dikabarkan menyebut Kim sebagai “orang yang menghormatinya meskipun berbeda pandangan”.
“Trump percaya bahwa hanya dia yang bisa membuka kembali jalur dialog yang macet dengan Korea Utara. Dia melihat celah ketika dunia lain memilih menutup pintu,” ujar salah satu mantan staf senior Gedung Putih yang kini aktif di sektor swasta.
Isyarat Politik atau Taktik Kampanye?
Wacana ini menimbulkan banyak pertanyaan, terutama karena Trump kini kembali aktif berkampanye. Jika pertemuan dengan Kim benar-benar diwujudkan, bisa jadi ini akan menjadi bahan kampanye ampuh untuk menunjukkan keunggulannya dalam diplomasi global.
Namun sejumlah analis mengingatkan, tidak mudah mengulang sejarah. Korea Utara belakangan menunjukkan peningkatan uji coba rudal dan bersikap lebih tertutup terhadap dunia luar sejak pandemi. Belum lagi perubahan dinamika geopolitik pasca invasi Rusia ke Ukraina dan meningkatnya ketegangan di kawasan Asia-Pasifik.
“Pertemuan seperti ini membutuhkan persiapan matang dan dukungan diplomatik yang stabil. Bukan hanya panggung simbolik,” kata Eleanor Wallace, analis kebijakan luar negeri di lembaga Center for Strategic Futures.
Reaksi Dunia Masih Tertahan
Hingga saat ini, Gedung Putih belum memberikan komentar resmi. Pemerintah Korea Selatan sendiri memilih bersikap hati-hati. Sementara itu, media pemerintah Korea Utara belum menyinggung kabar ini sama sekali, sebagaimana biasanya jika mereka masih menilai situasi.
Beberapa pengamat juga mengingatkan bahwa jika benar Trump mengutus perantara informal atau menggunakan jalur belakang, itu bisa menjadi pelanggaran terhadap norma diplomasi, terutama karena dia bukan lagi pejabat publik aktif.