Beijing, 12 April 2025 — Di tengah memanasnya tensi dagang dengan Amerika Serikat, Pemerintah China dikabarkan tengah mempersiapkan kunjungan resmi ke sejumlah negara Asia Tenggara. Lawatan ini disebut sebagai langkah strategis untuk memperkuat hubungan ekonomi, mencari mitra baru di kawasan, serta menegaskan kembali pengaruh Beijing di tengah rivalitas global yang semakin menguat.
Rencana kunjungan ini akan dipimpin langsung oleh Menteri Luar Negeri China dan delegasi tingkat tinggi lainnya. Negara-negara yang dikabarkan masuk dalam agenda kunjungan antara lain Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam—empat negara dengan posisi ekonomi dan geopolitik yang penting di kawasan ASEAN.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa tujuan utama dari kunjungan ini adalah memperkuat kemitraan strategis, memperluas kerja sama ekonomi, dan membangun jembatan diplomatik yang saling menguntungkan.
“Asia Tenggara adalah mitra penting dalam rantai pasok global. Di tengah situasi ketidakpastian global, kita harus memperkuat kerja sama regional,” ujar Wang dalam konferensi pers di Beijing.
Mencari Dukungan di Tengah Tekanan Global
Kunjungan ini tidak lepas dari konteks perang dagang yang kembali memanas antara China dan Amerika Serikat. Sejak awal tahun, Washington telah memberlakukan serangkaian tarif tambahan dan pembatasan terhadap ekspor teknologi tinggi dari China, termasuk semikonduktor dan perangkat telekomunikasi.
Sebagai respons, China mulai memperluas pasar alternatif, khususnya di Asia dan Afrika. Kawasan Asia Tenggara dinilai sebagai medan strategis karena kedekatan geografis, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan meningkatnya kebutuhan infrastruktur serta teknologi.
Para pengamat menilai kunjungan ini sebagai bagian dari strategi “Soft Pivot to ASEAN” yang tengah dikembangkan Beijing. “China sadar bahwa untuk menghadapi tekanan dari Barat, mereka perlu memperdalam hubungan dengan kawasan berkembang, terutama yang berada dalam pengaruh Belt and Road Initiative,” kata Prof. Arief Wibisono, analis geopolitik dari Universitas Indonesia.
Agenda Ekonomi: Infrastruktur, Energi, dan Teknologi
Selain aspek diplomatik, agenda kunjungan juga mencakup pembahasan proyek-proyek besar seperti pembangunan infrastruktur transportasi, kerja sama energi terbarukan, serta kolaborasi di bidang teknologi dan digitalisasi.
Indonesia, misalnya, diperkirakan akan menjadi salah satu titik fokus kunjungan karena peran strategisnya sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan sebagai mitra utama dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang dibiayai oleh China.
Di sisi lain, negara-negara ASEAN juga diperkirakan akan memanfaatkan kunjungan ini untuk memperjuangkan kepentingan nasional, termasuk penguatan neraca perdagangan, akses pasar yang lebih adil, serta jaminan terhadap kedaulatan wilayah di tengah isu Laut China Selatan.
Menuju Polarisasi Baru?
Meski kunjungan ini disebut membawa semangat kerja sama, beberapa pihak menilai langkah ini juga berpotensi menambah polarisasi di kawasan. “Kita harus waspada terhadap dinamika kekuatan besar. ASEAN harus tetap netral dan mengutamakan stabilitas kawasan,” ujar seorang diplomat senior ASEAN yang enggan disebutkan namanya.
China sendiri menekankan bahwa pendekatannya tidak untuk “memecah belah”, melainkan memperkuat integrasi regional. Namun, di tengah konstelasi geopolitik yang terus berubah, setiap kunjungan pejabat tinggi negara besar tentu tidak lepas dari muatan strategis yang lebih dalam dari sekadar hubungan bilateral.