Yangon, Myanmar – Pada hari Senin, 31 Maret 2025, Junta militer Myanmar mengumumkan masa berkabung selama sepekan sebagai bentuk penghormatan terhadap korban gempa bumi yang melanda wilayah barat daya negara tersebut pada akhir pekan lalu. Gempa dahsyat yang terjadi pada 29 Maret 2025 itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan melukai ribuan lainnya, menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur dan pemukiman warga.
Pengumuman itu disampaikan oleh juru bicara junta militer Myanmar melalui saluran televisi negara. Dalam pernyataannya, junta menyebutkan bahwa seluruh warga negara akan diminta untuk mengenakan pakaian berwarna gelap selama periode berkabung yang berlangsung hingga 6 April 2025. Selain itu, semua acara hiburan publik juga akan dilarang selama masa tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap mereka yang telah kehilangan nyawa.
“Junta militer Myanmar menyampaikan rasa duka mendalam kepada semua keluarga yang terdampak oleh gempa bumi ini. Kami berkomitmen untuk memberikan bantuan terbaik bagi para korban dan memulihkan keadaan secepatnya,” ujar juru bicara tersebut.
Gempa bumi yang terjadi pada Sabtu malam itu berkekuatan 7,5 skala Richter, dengan pusat gempa berada sekitar 100 kilometer dari kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay. Guncangan yang sangat kuat ini juga dirasakan di beberapa negara tetangga, seperti Thailand dan Laos. Selain kerusakan fisik yang meluas, gempa tersebut turut memperburuk situasi sosial-politik yang tengah berlangsung di Myanmar, yang telah mengalami ketegangan sejak junta militer mengambil alih kekuasaan pada Februari 2021.
Bencana alam ini memperburuk krisis kemanusiaan yang telah lama melanda Myanmar, dengan banyak wilayah yang sulit dijangkau oleh bantuan internasional akibat pembatasan yang diberlakukan oleh junta. Lembaga bantuan internasional dan organisasi non-pemerintah mengungkapkan kesulitan dalam memberikan dukungan penuh kepada para korban, sementara banyak daerah yang mengalami kerusakan parah masih terisolasi.
Pemerintah militer Myanmar telah mengerahkan pasukan penyelamat dan tim medis untuk membantu penanggulangan bencana. Namun, kekurangan peralatan dan akses yang terbatas membuat upaya penyelamatan menjadi lebih lambat dari yang diharapkan. Selain itu, laporan dari berbagai sumber lokal menunjukkan bahwa beberapa warga masih terperangkap di bawah reruntuhan bangunan yang ambruk, dengan harapan akan terus dipenuhi seiring berjalannya waktu.
Sejumlah analisis politik menyatakan bahwa deklarasi masa berkabung ini mungkin bertujuan untuk menunjukkan solidaritas resmi dari junta militer, meskipun situasi di lapangan tetap tegang. Berbagai kelompok oposisi dan aktivis prodemokrasi yang menentang kekuasaan militer di Myanmar tidak mengomentari langkah ini secara terbuka, namun beberapa di antaranya tetap fokus pada isu-isu hak asasi manusia dan kebebasan sipil yang terus dibatasi di bawah pemerintahan junta.
Saat ini, Myanmar berusaha bangkit dari gempa dahsyat ini, dengan harapan agar bantuan dan pemulihan dapat dilakukan secepatnya demi kesejahteraan warganya. Namun, situasi politik yang belum stabil dan keterbatasan dalam akses bantuan tetap menjadi tantangan besar yang harus dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat Myanmar dalam mengatasi dampak bencana ini.