Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei 2024 diwarnai oleh insiden kericuhan di dua kota besar Indonesia, yaitu Bandung dan Semarang. Aksi demonstrasi yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi tegang ketika kelompok massa berpakaian serba hitam terlibat bentrok dengan aparat kepolisian.
Bandung: Penangkapan Kelompok Berpakaian Hitam
Di Kota Bandung, aparat kepolisian menangkap sejumlah pemuda berpakaian serba hitam yang diduga menjadi pemicu kericuhan saat aksi May Day di sekitar Gedung Sate. Menurut Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Irman Sugema, kelompok ini bukan berasal dari kalangan buruh, melainkan terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan pengangguran yang menyusup ke dalam aksi demonstrasi buruh.
Kelompok ini membawa kertas dengan tulisan yang memprovokasi kepolisian dan melakukan aksi vandalisme di beberapa titik. Polisi kemudian mengamankan mereka dan melakukan pendataan di Mapolrestabes Bandung.
Semarang: Aksi Mahasiswa Berujung Bentrok
Sementara itu, di Semarang, aksi unjuk rasa yang berlangsung di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah juga berujung ricuh. Sekitar pukul 15.30 WIB, kelompok mahasiswa yang tergabung dalam gelombang kedua demonstrasi mencoba mendobrak gerbang kantor gubernur untuk menyampaikan aspirasi mereka secara langsung.
Polisi yang berjaga di lokasi berusaha menghalangi massa dan akhirnya menyemprotkan water cannon untuk membubarkan kerumunan. Beberapa mahasiswa dilaporkan terjatuh dan mengalami luka-luka akibat tindakan tersebut. Koordinator lapangan aksi, Ahmad Raka Syafiq, menyatakan bahwa mereka hanya ingin menyampaikan 19 tuntutan terkait isu-isu seperti Undang-Undang Cipta Kerja, perlindungan perempuan, dan pendidikan.
Tanggapan dan Evaluasi
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam tindakan represif aparat kepolisian dalam pengamanan aksi May Day, khususnya di Semarang dan Makassar. Mereka menilai bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan mendesak evaluasi terhadap prosedur pengamanan aksi massa