Usulan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk menjadikan vasektomi sebagai syarat bagi pria penerima bantuan sosial (bansos) menuai polemik di masyarakat. Dedi menyampaikan gagasan ini dalam rapat koordinasi bertajuk “Gawé Rancagé Pak Kadés jeung Pak Lurah”, dengan tujuan mengendalikan pertumbuhan penduduk di kalangan keluarga prasejahtera. Ia menyoroti kasus keluarga dengan banyak anak yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, sehingga mengusulkan partisipasi aktif pria dalam program Keluarga Berencana (KB) melalui vasektomi .
Namun, usulan tersebut mendapat tanggapan tegas dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI Jawa Barat menegaskan bahwa vasektomi, sebagai metode kontrasepsi permanen, hukumnya haram dalam Islam. Ketua MUI Jawa Barat, KH Rahmat Syafei, merujuk pada keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV tahun 2012 yang menyatakan bahwa vasektomi tidak diperbolehkan kecuali dalam kondisi darurat medis tertentu .
Polemik ini memunculkan perdebatan di masyarakat mengenai etika dan legalitas mengaitkan program KB dengan syarat penerimaan bansos. Sebagian pihak menilai bahwa kebijakan tersebut dapat melanggar hak asasi manusia dan prinsip keadilan sosial. Sementara itu, Dedi Mulyadi belum memberikan pernyataan resmi terkait respons MUI dan kritik publik terhadap usulannya.
Situasi ini menunjukkan perlunya dialog yang mendalam antara pemerintah, ulama, dan masyarakat dalam merumuskan kebijakan yang sensitif terhadap nilai-nilai agama dan hak individu. Pendekatan yang inklusif dan menghormati keberagaman pandangan diharapkan dapat menghasilkan solusi yang adil dan berkelanjutan dalam mengatasi permasalahan sosial.