Gempa bumi yang mengguncang Myanmar baru-baru ini menyisakan kerusakan parah di beberapa wilayah. Dengan magnitudo yang tinggi, gempa tersebut bukan hanya mengakibatkan kerusakan fisik yang signifikan, tetapi juga menimbulkan korban jiwa dan ketakutan di kalangan masyarakat. Lalu, apa yang menyebabkan gempa ini begitu dahsyat dan merusak? Para pakar geologi dan seismologi memberikan penjelasan mengenai fenomena alam ini.
Letak Geologis Myanmar yang Rawan Gempa
Menurut pakar geologi, salah satu alasan utama mengapa gempa di Myanmar bisa terasa begitu kuat adalah letak geografisnya. Myanmar terletak di kawasan yang sangat aktif secara seismik, berada di zona pertemuan antara beberapa lempeng tektonik. Dua lempeng besar, yaitu Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia, saling bertabrakan di wilayah ini, yang menyebabkan aktivitas seismik intens. Ketika kedua lempeng ini bergerak, mereka melepaskan energi yang sangat besar dalam bentuk gempa bumi.
Lebih spesifik lagi, gempa yang terjadi di Myanmar ini diperkirakan berasal dari zona sesar yang ada di sepanjang perbatasan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Aktivitas pada zona sesar ini sangatlah kompleks, sehingga gempa yang terjadi bisa memiliki kekuatan yang sangat besar dan merusak.
Magnitudo Gempa yang Tinggi
Salah satu faktor yang memperburuk dampak gempa tersebut adalah magnitudo yang terukur cukup tinggi. Gempa dengan magnitudo di atas 6,0 pada skala Richter sudah dianggap cukup besar, apalagi jika terjadi di daerah yang padat penduduk dan dekat dengan pusat gempa. Semakin besar magnitudo gempa, semakin banyak energi yang dilepaskan ke permukaan bumi, yang mengakibatkan kerusakan struktural yang lebih parah. Gempa di Myanmar ini tercatat memiliki magnitudo 7,0, yang jelas menyebabkan getaran yang kuat dan merusak bangunan serta infrastruktur.
Kedalaman Gempa yang Dangkal
Faktor lain yang menjelaskan kehancuran yang ditimbulkan adalah kedalaman hiposenter gempa yang relatif dangkal. Semakin dangkal hiposenter atau titik pusat gempa, semakin besar dampak getaran yang dirasakan di permukaan. Dalam gempa di Myanmar ini, kedalaman gempa diperkirakan hanya sekitar 10 hingga 20 kilometer, yang berarti energi yang dilepaskan oleh gempa dapat langsung menyebar ke permukaan dengan kekuatan yang sangat besar.
Gempa dengan kedalaman dangkal ini juga meningkatkan kemungkinan terjadinya likuifaksi tanah, yaitu fenomena di mana tanah yang jenuh air mengalami keruntuhan dan menjadi lebih cair, yang menyebabkan bangunan dan infrastruktur ambruk.
Kualitas Bangunan yang Rentan
Selain faktor geologis, kerusakan besar yang ditimbulkan oleh gempa juga dipengaruhi oleh kualitas konstruksi bangunan di Myanmar. Sebagian besar bangunan di wilayah yang terdampak gempa, terutama di daerah pedesaan dan kota-kota kecil, tidak dibangun dengan standar tahan gempa yang memadai. Banyak bangunan yang menggunakan bahan bangunan yang tidak cukup kuat untuk menahan goncangan hebat, sehingga kerusakan yang terjadi jauh lebih besar.
Pakar konstruksi menjelaskan bahwa bangunan yang dibangun tanpa memperhatikan ketahanan terhadap gempa memiliki risiko tinggi untuk roboh atau rusak parah ketika terjadi guncangan kuat. Hal ini semakin diperburuk oleh kurangnya pengetahuan dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana alam semacam gempa bumi.
Potensi Tsunami dan Dampak Lain
Meski gempa di Myanmar tidak memicu tsunami, beberapa wilayah pesisir memang memiliki potensi untuk terpengaruh oleh gelombang laut yang tinggi setelah gempa bumi besar. Meskipun ini tidak terjadi pada gempa kali ini, pakar mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya tsunami, terutama di negara-negara yang berbatasan dengan Laut Andaman.
Selain tsunami, gempa dengan magnitudo besar juga berpotensi memicu longsor di daerah pegunungan atau daerah dengan tanah yang terjal. Gempa di Myanmar juga memicu longsor besar di beberapa daerah, menambah kompleksitas dan kerusakan yang terjadi.
Perubahan Iklim dan Frekuensi Gempa
Beberapa ahli juga berpendapat bahwa perubahan iklim dapat turut mempengaruhi frekuensi dan intensitas bencana alam, termasuk gempa bumi. Meskipun gempa itu sendiri tidak disebabkan oleh perubahan iklim, beberapa fenomena terkait, seperti mencairnya gletser dan pergeseran tanah akibat perubahan iklim, bisa memperburuk kondisi geologis di suatu wilayah. Meski ini masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan, ada indikasi bahwa perubahan lingkungan dapat mempengaruhi kestabilan geologis di beberapa tempat.
Kesimpulan
Gempa dahsyat yang mengguncang Myanmar tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi oleh kombinasi antara aktivitas tektonik di zona pertemuan lempeng, magnitudo yang tinggi, kedalaman gempa yang dangkal, serta kualitas bangunan yang kurang memadai. Ditambah dengan potensi risiko longsor dan dampak bencana lain, gempa ini memberikan pelajaran penting tentang pentingnya kesiapsiagaan dan peningkatan infrastruktur yang lebih tahan bencana. Para pakar pun mengingatkan bahwa wilayah rawan gempa di seluruh dunia, termasuk Myanmar, perlu mempersiapkan diri dengan lebih baik agar kerusakan yang timbul dapat diminimalkan di masa depan.