Setelah serangan teroris mematikan di Pahalgam, Kashmir, yang menewaskan 26 wisatawan, ribuan warga India dilanda kepanikan dan bergegas meninggalkan wilayah tersebut. Untuk mengatasi lonjakan penumpang dan memastikan evakuasi yang aman, Indian Railways meluncurkan layanan kereta khusus dari Shri Mata Vaishno Devi (SMVD) Katra menuju New Delhi. Langkah ini merupakan bagian dari upaya darurat untuk membantu penumpang yang terdampar dan mengelola krisis transportasi yang berkembang akibat serangan tersebut.
Latar Belakang Serangan dan Ketegangan yang Meningkat
Serangan di Pahalgam terjadi pada 22 April 2025, ketika sekelompok teroris melepaskan tembakan ke arah wisatawan di Baisaran, sebuah destinasi populer di Kashmir Selatan. Serangan ini menewaskan 26 orang dan melukai 10 lainnya. Kelompok The Resistance Front (TRF), yang diduga merupakan afiliasi dari Lashkar-e-Taiba, mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Sebagai respons, pemerintah India meluncurkan “Operasi Sindoor,” serangkaian serangan udara dan rudal yang menargetkan infrastruktur teroris di wilayah Pakistan dan Pakistan-occupied Kashmir (PoK). Serangan ini menewaskan 26 orang, termasuk anak-anak, dan melukai 46 lainnya.
Evakuasi Massal dan Layanan Kereta Khusus
Meningkatnya ketegangan dan kekhawatiran akan eskalasi konflik menyebabkan ribuan warga dan wisatawan berusaha meninggalkan Kashmir. Bandara dan stasiun kereta api dipenuhi oleh kerumunan orang yang mencari cara untuk keluar dari wilayah tersebut. Untuk merespons situasi ini, Indian Railways meluncurkan kereta khusus nomor 04612 dari SMVD Katra ke New Delhi. Kereta ini berangkat pada pukul 21:20 dari Katra, berhenti di Udhampur dan Jammu, dan tiba di New Delhi pada pukul 09:30 keesokan harinya.
Kereta ini dilengkapi dengan tujuh gerbong umum, delapan gerbong tidur, dua gerbong AC kelas tiga, satu gerbong ekonomi AC kelas tiga, dan dua gerbong bagasi. Tiket tersedia di stasiun Katra, Udhampur, dan Jammu.
Dampak Sosial dan Psikologis
Ketegangan yang meningkat tidak hanya menyebabkan evakuasi massal tetapi juga memicu ketakutan dan trauma di kalangan warga. Di wilayah perbatasan seperti Uri, Poonch, dan Rajouri, warga menghadapi ancaman serangan artileri dan kekurangan tempat perlindungan yang memadai. Banyak yang terpaksa tinggal di rumah atau mencari perlindungan di bunker darurat yang tidak memadai.
Situasi ini juga memicu kekhawatiran akan dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental warga, termasuk risiko gangguan stres pascatrauma (PTSD) dan depresi. Psikolog memperingatkan bahwa kehidupan dalam mode bertahan hidup yang berkepanjangan dapat memiliki konsekuensi serius bagi kesejahteraan masyarakat.