Jakarta — Kepolisian resmi memanggil pemilik perusahaan Sentoso Seal, sebuah produsen segel industri yang berbasis di kawasan Bekasi, menyusul laporan dugaan penahanan ijazah karyawan secara tidak sah. Langkah ini menjadi bagian dari upaya hukum menyelidiki praktik yang belakangan banyak menuai sorotan, terutama di sektor industri manufaktur.
Kasus ini mencuat setelah seorang mantan karyawan Sentoso Seal mengungkap kepada publik bahwa ijazah aslinya tidak dikembalikan oleh pihak perusahaan, meski ia telah mengundurkan diri secara sah dan menyelesaikan seluruh kewajiban kerja. Pengakuan ini kemudian viral di media sosial dan memicu laporan resmi ke kepolisian setempat.
“Kami telah melayangkan surat panggilan terhadap pihak perusahaan, dalam hal ini pemilik dan manajemen terkait,” ujar AKBP Fajar Putra, Kasatreskrim Polres Metro Bekasi, pada Rabu (24/4). “Penyelidikan awal menemukan adanya indikasi praktik penahanan dokumen pribadi tanpa dasar hukum yang jelas.”
Modus “Jaminan” yang Diperkarakan
Penahanan ijazah karyawan seringkali dilakukan dengan dalih sebagai jaminan kontrak kerja atau bentuk ikatan dinas tidak tertulis. Namun, dalam banyak kasus, praktik ini dilakukan tanpa persetujuan tertulis dan melanggar prinsip dasar hak kepemilikan pribadi.
Dalam kasus Sentoso Seal, sejumlah karyawan mengaku ijazah mereka ditahan sejak awal masa kerja, dan baru bisa diambil jika mereka menyelesaikan masa kerja tertentu, membayar “denda”, atau mengganti biaya pelatihan yang tidak pernah dijelaskan sebelumnya.
“Saya sudah kerja dua tahun lebih, keluar baik-baik, tapi pas minta ijazah, disuruh bayar Rp 5 juta. Alasannya karena belum lunas pelatihan. Tapi pelatihan apa, saya sendiri tidak tahu,” kata Rizky A., salah satu mantan karyawan yang ikut melapor ke polisi.
Reaksi dari Pihak Sentoso Seal
Hingga artikel ini diterbitkan, pihak Sentoso Seal belum memberikan keterangan resmi kepada media. Namun, seorang staf HRD yang enggan disebutkan namanya menyebut bahwa penahanan ijazah adalah “praktik umum” di beberapa perusahaan, terutama untuk mencegah karyawan keluar secara mendadak.
“Ini sudah jadi prosedur lama, tapi kami tidak pernah memaksa. Kalau ada yang merasa dirugikan, seharusnya bisa dibicarakan baik-baik,” ujarnya singkat melalui sambungan telepon.
Pandangan Hukum: Penahanan Ijazah Bisa Kena Pidana
Menurut ahli hukum ketenagakerjaan Dr. Taufik Hidayat, S.H., M.Hum, penahanan ijazah karyawan tanpa dasar hukum yang jelas termasuk pelanggaran terhadap hak asasi dan dapat dipidanakan berdasarkan KUHP Pasal 368 tentang perampasan hak milik, atau Pasal 333 tentang perampasan kemerdekaan orang lain.
“Ijazah adalah dokumen pribadi. Tidak bisa dijadikan alat jaminan sepihak oleh perusahaan. Jika terbukti dilakukan tanpa dasar perjanjian resmi, itu bisa dikenai sanksi pidana,” jelas Taufik.
Ia juga menambahkan bahwa perusahaan memiliki kewenangan untuk membuat perjanjian kerja, tetapi tidak dalam bentuk penahanan aset pribadi karyawan sebagai alat pengendali.
Seruan dari Publik dan Serikat Buruh
Kasus ini langsung mendapat reaksi dari berbagai serikat buruh dan aktivis ketenagakerjaan. Mereka mendesak pemerintah untuk mempertegas aturan soal penahanan dokumen pribadi dan meminta Kementerian Ketenagakerjaan turun tangan menyelidiki kasus serupa yang diduga masih marak.
“Penahanan ijazah itu bentuk intimidasi halus. Banyak pekerja muda akhirnya diam karena takut tidak bisa kerja di tempat lain. Ini praktik yang harus dihentikan,” kata Dian Lestari, koordinator Jaringan Advokasi Buruh Muda (JABM).