Jakarta, 1 Mei 2025 — Aksi peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, diwarnai dengan penangkapan 13 orang yang diduga sebagai penyusup oleh aparat kepolisian. Penangkapan ini dilakukan untuk menjaga ketertiban dan keamanan selama berlangsungnya demonstrasi yang diikuti oleh ribuan buruh dari berbagai elemen.
Penangkapan Penyusup oleh Polisi
Polda Metro Jaya telah mengantisipasi kemungkinan adanya penyusup yang membaur dengan massa aksi. Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan pengumpulan informasi dan intelijen untuk memonitor individu atau kelompok yang memiliki agenda lain dalam aksi tersebut. Antara News Megapolitan
“Kami sudah lama melakukan pengumpulan informasi, intelijen itu ada di tingkat Polsek, Polres, dan Polda. Tentunya intelijen punya jalur khusus untuk memonitor orang-orang atau kelompok-kelompok yang punya agenda lain,” ujar Karyoto.
Sebanyak 13 orang yang diduga sebagai penyusup berhasil diamankan oleh petugas. Mereka diduga mencoba memancing kericuhan di tengah unjuk rasa dengan membawa barang-barang berbahaya seperti batu, senjata tajam, dan katapel.
Pengamanan Aksi May Day
Untuk mengamankan aksi May Day, Polda Metro Jaya mengerahkan sekitar 2.013 personel gabungan dari TNI, Polri, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Personel keamanan ditempatkan di sekitar Gedung DPR untuk mencegah massa masuk ke dalam gedung ataupun menutup jalan tol yang berada di sekitar lokasi.
“Dalam rangka pengamanan aksi elemen masyarakat di depan Gedung DPR/MPR RI dan sekitarnya, kami melibatkan sejumlah 2.013 personel gabungan,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Polisi Susatyo Purnomo Condro.
Tanggapan dan Evaluasi
Amnesty International Indonesia menyoroti pengamanan aksi demonstrasi di depan DPR yang dinilai brutal. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
“Perilaku aparat yang brutal adalah bukti gagalnya mereka menyadari bahwa siapapun berhak untuk memprotes melalui unjuk rasa. Berhak untuk menggugat, tidak setuju atau beroposisi. Dan semua ini dilindungi oleh hukum nasional maupun internasional,” kata Usman.