Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis pidana mati kepada Hendrik Kosumo, pemilik pabrik ekstasi rumahan di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area, Kota Medan. Istrinya, Debby Kent, divonis 20 tahun penjara atas keterlibatannya dalam kasus tersebut.
Kronologi Pengungkapan
Kasus ini terungkap pada 11 Juni 2024, ketika petugas Dittipidnarkoba Bareskrim Polri bersama Polda Sumut menggerebek sebuah rumah toko yang dijadikan pabrik ekstasi. Dalam penggerebekan tersebut, petugas menyita barang bukti berupa alat cetak ekstasi, 8,96 kg bahan kimia padat, 218,5 liter bahan kimia cair, 532,92 gram mephedrone, dan 635 butir ekstasi.
Pabrik tersebut telah beroperasi selama enam bulan dan memproduksi sekitar 600 butir ekstasi per bulan, yang dipasarkan ke diskotek-diskotek di Sumatera Utara, termasuk Pematangsiantar.
Peran Para Terdakwa
Selain Hendrik dan Debby, empat terdakwa lainnya juga dijatuhi hukuman
- Mhd Syahrul Savawi alias Dodi (43): Penjara seumur hidup; bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran ekstasi.
- Arpen Tua Purba (29): 20 tahun penjara; berperan sebagai kurir yang mengantarkan pil ekstasi.
- Hilda Dame Ulina Pangaribuan (36): 20 tahun penjara; memesan ekstasi.
Majelis hakim menyatakan bahwa perbuatan para terdakwa telah meresahkan masyarakat dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan narkoba.
Tanggapan dan Proses Hukum Lanjutan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut hukuman mati untuk Hendrik dan Dodi, serta penjara seumur hidup untuk Debby, Arpen, dan Hilda. Namun, majelis hakim menjatuhkan vonis yang lebih ringan untuk Debby, Arpen, dan Hilda. Atas putusan tersebut, JPU menyatakan banding, sementara penasihat hukum terdakwa menyatakan pikir-pikir.
Kasus ini menjadi pengingat akan bahaya peredaran narkotika dan pentingnya penegakan hukum yang tegas untuk memberantasnya